Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah
Pengertian, Dasar Hukum dan Penerapan Asas Fiktif Positif dalam Kaitannya dengan UU Cipta Kerja (Omnibus Law)
Permohonan Fiktif Positif atau yang
biasa disebut permohonan untuk memperoleh putusan atas penerimaan permohonan
guna mendapatkan keputusan dan/atau tindakan badan atau pejabat pemerintahan
adalah permintaan yang diajukan secara tertulis kepada pengadilan dalam hal
permohonan yang dianggap dikabulkan secara hukum apabila badan atau
pejabat pemerintahan tidak menetapkan keputusan dan/atau melakukan tindakan.
Permohonan untuk mendapatkan keputusan dan/atau tindakan dianggap dikabulkan
secara hukum apabila permohonan tersebut tidak ditetapkan dan/atau tidak
dilakukan dalam batas waktu kewajiban sebagaimana diatur peraturan
perundang-undangan atau dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah
permohonan diterima secara lengkap oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.
Dasar hukum yang melandasi
permohonan ini adalah: 1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 51 Tahun 1986; 2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan; 3) ahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pedoman Beracara
Untuk Memperoleh Putusan atas Penerimaan Permohonan Guna Mendapatkan Keputusan
dan/atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan.
Dalam proses penerapannya, pihak
yang terlibat di antaranya: 1) Pemohon, ialah pihak yang permohonannya dianggap
dikabulkan secara hukum akibat tidak ditetapkannya keputusan dan/atau tidak
dilakukannya tindakan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dan karenanya
mengajukan permohonan kepada Pengadilan yang berwenang untuk mendapatkan
putusan atas penerimaan permohonan; 2) Termohon, ialah Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan yang mempunyai kewajiban untuk menetapkan keputusan dan/atau
melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam permohonan Pemohon. Contoh kasus
yang dapat menggambarkan penerapan ketentuan tersebut ialah ketika ada warga
negara yang meminta kepada gubernur agar sebuah Izin Usaha Pertambangan (IUP)
yang merusak alam dicabut karena tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan sektor kehutanan. Atau adanya warga negara yang ingin
mengajukan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk kegiatan usaha atau rumah
tinggal. Selain itu, penerapan Asas Fiktif Positif dalam Sistem OSS-RBA diberlakukan
dengan kondisi ketika pelaku usaha menyampaikan permohonan pemenuhan
persyaratan kepada K/L/D yang terkait dengan: 1) Sertifikat Standar (untuk
kegiatan risiko menengah tinggi); 2) Izin (untuk kegiatan risiko tinggi); 3)
Kesesuaian Pemanfaatan Ruang di Daratan/Laut; dan/atau Penggunaan Kawasan
Hutan.
Ketentuan Fiktif Positif mengalami
perubahan sebagai dampak perubahan dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”) beserta peraturan pelaksanaannya
yang terkait dengan administrasi pemerintahan. Perubahan ini dianggap dapat
menghilangkan peran Pengadilan Tata Usaha Negara sebagai pemberi kekuatan hukum
atas keputusan tersebut dan menyerahkan kepada pejabat pemerintah untuk
mengeksekusinya sendiri. Dalam ketentuan baru, UU Cipta Kerja mempersingkat
masa tunggu dari 10 hari menjadi 5 hari sebelum pejabat dianggap menyetujui
suatu permohonan. Perubahan signifikan juga terjadi ditandai dengan
dihilangkannya Pasal 53 ayat (4), (5) dan (6) yang mengatur kewenangan
Pengadilan TUN untuk memberi putusan penerimaan permohonan atas permohonan yang
tidak ditanggapi.
Related Posts:
DOWNLOAD PERATURAN BKPM NOMOR 4 TAHUN 2021 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PELAYANAN PERIZINAN BERUSAHA BERBASIS RISIKO DAN FASILITAS PENANAMAN MODAL
DOWNLOAD PERATURAN BKPM NOMOR 4 TAHUN 2021 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PELAYANAN PERIZINAN BERUSAHA BERBASIS RISIKO DAN FASILITAS PENANAMAN MODAL
Peraturan BKPM No. 4 Tahun 2021 tentang Pedoman dan Tata Cara Pelayanan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Fasilitas Penanaman Modal adalah peraturan turunan dari UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
bahwa untuk memberikan kepastian hukum dalam proses penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 2 huruf a dan huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, perlu menetapkan Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal tentang Pedoman dan Tata Cara Pelayanan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Fasilitas Penanaman Modal;
Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Berbasis Risiko adalah sistem perizinan berusaha yang terintegrasi dalam jaringan dengan melakukan pemilahan bidang-bidang usaha berdasarkan risiko tertentu, NSPK yang terstandardisasi, dan pelaksanaan pengawasan yang optimal dan lebih terstruktur, baik dari periode maupun substansi yang harus diawasi.
Peraturan BKPM No. 4 Tahun 2021 tentang Pedoman dan Tata Cara Pelayanan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Fasilitas Penanaman Modal, di sini dapat di DOWNLOAD sedangkan untuk lampirannya dapat di download di LAMPIRAN
DOWNLOAD PERATURAN BKPM NOMOR 4 TAHUN 2021 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PELAYANAN PERIZINAN BERUSAHA BERBASIS RISIKO DAN FASILITAS PENANAMAN MODAL
Related Posts:
Rangkuman Penjelasan PP 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko